Dalam rangka turut serta mengatasi masalah, bermunculan kelompok-kelompok (komunitas) yang secara sukarela memberi santunan. Dan pastinya pemerintah berhak memberi bantuan kepada penyantun untuk memperlancar kepentingan sosialnya. Luar biasa, saya rasa, jumlah kelompok penyantun sosial di indonesia. Ini semacam pengejewantahan jati diri bangsa indonesia yang di puji seluruh negara di dunia. Tetapi, itu dia, kota belum juga indah.
Dengan program pemerintah yang banyak untuk tuntaskan masalah dimaksud, dan seabreg model kelompok peduli sosial, kota masih belum rapi? Inilah maka saya mencoba mengingatkan. Ketika melihat gelandangan, pengamen dan pengemis, juga pelacur pinggiran jalan di kota, ada dorongan untuk turut andil dalam pengentasannya. Tidak tega melihat anak-anak mengamen atau mengemis, nenek-kakek gentanyangan, muda-mudi betah di jalanan. Kemudian mucul pertanyaan membatin, apa yang harus dilakukan?
Dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial, bantuan yang baik itu yang terorganisir dengan serentet prosedur. Dengan kata lain, membantu orang yang butuh bantuan itu mesti terorganisir dan disertai keilmuan yang mumpuni agar tidak salah sasaran. Ilmu dan pengetahuan yang mahir akan membimbing arah santunan kepada sasaran yang tepat. Itu Betul. Tetapi, yang disaksikan hingga sekarang malah semakin mengkhawatirkan. Terus, masalahnya?
Masalahnya adalah titik mulai pembangunan. Di banyak kabupaten, beberapa program pemberdayaan masyarakat tidak digarap dengan seksama–dapat dikata asal ada. Sehingga, peluang ekonomisnya sangat kurang menguntungkan. Lahan pertanian berkurang; jumlah penduduk bertambah; ongkos melaut mahal; cari pekerjaan susahnya setengah gila. Maka pilihan enaknya ngemis, ngamen, ngelacur. Di mana? Ya, di kota. Sebab di kabupaten sangat kecil keuntungannya.
Jadi bagaimana? Sebaiknya, pusatkan pembangunan di kabupaten-kabupaten (seriuskan program IDT dan pembangunan modal sosial), tekan jumlah kelahiran (karena semakin banyak penduduk akan semakin menambah masalah sosial. Toh, tajan dan air dan yang terkandung didalamnya di negara manapun tidak akan bertambah banyak). Tak kalah pentinya, sangat penting karena ini benar-benar tentang bakti sosial, sebuah bentuk nyata pengabdian terhadap masayarakat: siapa saja yang mampu secara ekonomi sebaiknya memilik anak asuh, agar anak-anak menikmati kepatutannya sebagai anak-anak. Yang ini perlu di tegaskan, anggota eksekutif dan legislatif dan yang terkait dengan yang disebut pemerintah, wajib mempunyai anak asuh (tentang anak–anak siapa saja yang wujudnya manusia–harus diutamakan, demi masa depan bangsa dan negara terindah, INDONESIA…euHeuheuheu).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar